LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN
Unit 4 (Platyhelminthes)
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filum
Platyhelminthes merupakan filum yang paling primitif di antara semua fila dalam
grade Bilateria. Merupakan kelompok hewan yang pertama memperlihatkan
pembentukan lapisan dasar ketiga yaitu mesodermis. Adanya mesodermis pada
embrio inilah yang memungkinkan terbentuknya sebagian besar sistem organ pada
kelompok hewan ini. Allah
swt. berfirman dalam surah Al Jatsiyah/45: 4 yang berbunyi
Terjemahnya:
“Dan pada penciptakan kamu dan pada
binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini” (Kementerian Agama RI, 2009).
Ayat di atas Allah berfirman: Dan juga pada penciptaan
kamu, wahai umat manusia, dalam bentuk dan fungsi yang sempurna dan pada apa
yang senantiasa ditebarkan-Nya di muka bumi dari aneka jenis binatang-binatang
melata, terdapat juga tanda-tanda keesan dan kekuasaan-Nya bagi kaum yang
meyakini (Shihab, 2002).
Dari
penjelasan di atas jelas bahwa Allah menunjukkan, Dia yang telah menciptakan
segala apa yang ada di langit maupun penghuni-penghuninya dengan sempurna, baik
itu manusia sampai dengan aneka jenis binatang-binatang melata dalam hal ini
termasuk Platyhelminthes.
Filum
Platyhelminthes termasuk salah satu filum dari kingdom
animalia. Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Umumnya
spesies dari filum ini hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Tubuhnya
dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh
inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada
inangnya (Hala, 2007).
Berdasarkan dari uraian
diatas dapat dilihat bahwa secara umum spesies dari Platyhelminthes hidup
secara parasit dan merugikan,
maka dari
itu dilakukanlah
praktikum ini untuk mengamati perkembangan daur hidup dan struktur morfologi
organisme yang tergolong Platyhelminthes.
B. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.
Mengamati larva-larva trematoda pada
stadium cercaria dan redia.
2.
Melaporkan gerakan-gerakan ataupun
morfologinya.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Tinjauan
Ayat yang Relevan
Platyhelminthes
adalah salah satu filum dari kingdom Animalia. Platyhelminthes adalah hewan triploblastik yang paling sederhana.
Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Yang merugikan adalah Platyhelminthes
yang hidup dengan cara parasit. Adapun ayat yang relevan dengan praktikum ini. Allah
swt. berfirman dalam surah Hud/11: 6 yang berbunyi:
Terjemahnya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun
di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh mahfuzh)” (Kementerian Agama RI,
2009).
Ayat di atas menjelaskan bahwa pengetahuan Allah swt.
menyeluruh sampai pada sesuatu yang terkecil itu menunjukan bahwa kekuasaan dan
nikmat-Nya mencakup semua makluk sebab pengetahun-Nya bergandengan dengan
kekuasaan-Nya. Ayat ini menegaskan bahwa dan
bukan hanya mereka yang kafir dan munafik yang diketahui keberadaannya dan
dianugerahi rezeki-Nya itu, tetapi semua makhluk. Karena tidak ada sesuatu
binatang melatapun di permukaan dan di dalam perut bumi melainkan atas
Allah-lah melalui karunia-Nya menjamin rezekinya yang layak dan sesuai dengan
habitat dan lingkunganya dengan menghamparkan rezeki itu. Mereka hanya dituntut
bergerak mencarinya, dan Dia mengetahui tempat berdiamnya binatang itu dan
tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata, yakni tertampung
dalam pengetahuan Allah ‘Azza wa jalla yang meliputi segala sesuatu atau
termaktub dalam Lauh al-Mahfuzh (Shihab, 2002).
Ayat diatas menjelaskan tentang betapa sempurnanya apa yang telah
diciptakan Allah di muka bumi. Allah swt. memberikan rezeki dan mengetahui
dimana habitat atau tempat hidup semua makhluk yang telah diciptakannya, dalam
hal ini termasuk organisme-organisme yang tergolong Platyhelminthes yang hidup
dalam tubuh inang. Untuk itulah Allah memerintahkan kita untuk berpikir
mengamati ciptaan-ciptaannya yang sempurna itu, agar kita dapat mensyukuri
segala rezeki yang diberikannya, karena sesungguhnya Allah-lah pemilik seluruh
alam semesta dan isinya.
B. Tinjauan
Umum tentang Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan
cacing yang berbentuk pipih, berasal dari kata Yunani platy yang artinya pipih dan heminthes
yang berarti cacing. Platyhelminthes merupakan kelompok hewan yang pertama
memperlihatkan pembentukan lapisan dasar ketga yaitu mesodrmis. Adanya mesodermis
pada embrio inilah yang memungkinkan terbentuknya sebagian besar sistem organ
pada kelompok hewan ini. Selain terbentuknya mesodermis dan sistem organ, yaitu
terjadinya keadaan simetris bilateral dan adanya daerah anterior dan posterior.
Tubuh bagian anterior adalah yang pertama kali menghadap lingkungan pada waktu
berjalan, mempunyai paling banyak alat indera dibandingkan bagian posterior
(Suwignyo, 2005).
Playhelminthes terdiri
atas 3 kelas, yaitu Turbelaria, Trematoda dan Cestoda (Olson, 2003).
Bentuk tubuh Turbelaria
pada umumnya lonjong sampai panjang, pipih dan tidak mempunyai ruas sejati,
contoh dari kelas ini adalah Planaria
sp. Cacing pada kelas Trematoda bentuk tubuhnya lonjong sampai dewasa berukuran
0.2 mm sampai 6 cm, dan hampir semua anggotanya hidup sebagai parasit, contoh
dari kelas ini adalah Fasciola hepatica. Kelas Cestoda dikenal dengan
sebutan cacing pita, memiliki tubuh yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker) dan kait unuk melekat pada
dinding usus inang, contoh dari kelas ini adalah Taenia saginata
(Suwignyo, 2005).
Platyhelminthes
merupakan hewan yang tidak memiliki rongga tubuh sehingga disebut hewan
aselomata. Tubuhnya tersusun oleh tiga lapisan (triploblastik), yaitu lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah (mesoderm)
dan lapisan dalam (Endoderm). Dinding
tubuh bagian luar disebut epidermis dan ditutupi oleh sel halus yang bersilia.
Lapisan dalam tersusun oleh otot yang berkembang dengan baik. Pada ujung
tubuhnya terdapat kepala yang tumpul atau membulat, sedangkan pada ujung
lainnya terdapat bagian ekor yang meruncing. Pada bagian ujung depan tubuhya
terdapat bagian sensorik yang dapat merespon perubahan lingkungan dengan cepat.
Dengan bagian sensoriknya, yang juga merespon terhadap cahaya dan zat kimia,
hewan ini dapat bergerak menuju sumber makanan dengan cepat. Platyhelminthes
juga memiliki mulut, faring, dan usus yang berperan dalam sistem pencernaan, ia
tidak memiliki anus sehingga sisa makanan akan dikeluarkan kembali melalui
anus. Sistem saraf berbentuk seperti tali dengan pusat pada ganglion otak di
bagian depan tubuhnya. Sistem eksresi berbentuk dua saluran dan akan bermuara
pada pori-pori tubuh, pusat dari saluran eksresi merupakan sel api yang
memiliki silia dan ketika silia tersebut bergerak sel ini akan terlihat seperti
kobaran api, sehingga disebut sel api. Fungsi silia pada sel api adalah untuk
mengatur pergerakan cairan (Levine,
1995).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
A. Waktu
dan Lokasi Praktikum
Adapun
waktu dan lokasi praktikum dilaksanakan yaitu pada hari Jumat 11 November 2016 pukul 08.00-09.40
WITA
di Laboratorium Zoologi
Lantai II Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, Samata-Gowa
B. Instrumen
Praktikum
1. Alat
Adapun
alat yang digunakan yaitu,
pinset,
pipet, cawan petri, mikroskop, kaca
preparat, deck glass, kamera
dan alat tulis menulis.
2. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan yaitu air suling dan Siput (Limnea sp.).
C.
Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu, siput (Limnea sp.) diletakkan pada cawan petri yang berisi air suling
sebanyak sepertiganya. Kemudian cangkang siput (Limnea sp.) dipecahkan dengan pinset, lalu cawan digoyangkan untuk
melepaskan larva. Diambil sampel air duling yang telah bercampur dengan larva
menggunakan pipet tetes, diletakkan di atas kaca preparat, kemudian ditutup
dengan deck glass lalu amati di bawah mikroskop
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun
hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Larva Redia dan Cercaria
Gambar asli Larva Redia
|
Gambar pembanding Larva Redia
|
Gambar asli Larva Cercaria
|
Gambar pembanding Larva Cercaria
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
2.
|
|
Gambar
4.1 Cacing
Hati (Suwignyo, 2005)
3.
Daur Hidup Cacing Hati
(Fasciola hepatica)
|
B. Pembahasan
Adapun
pembahasan dari hasil pengamatan adalah sebagai berikut:
1.
Cacing tanah (Fasciola hepatica)
Secara morfologi Fasciola
hepatica berwarna coklat abu-abu dengan bentuk seperti daun, pipih, melebar
dan lebih melebar keanterior dan berakhir dengan tonjolan berbentuk conus.
Ukuran tubuh cacing dewasa panjangnya 30 mm dan lebarnya 13 mm, pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi
oleh alat pengisap, alat penghisap ini terdapat di sebelah ventral sedikit di
belakang mulut yang berfungsi untuk menempel pada tubuh inangnya, dan terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi
oleh sisik kecil dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat
bergerak.
Pada Fasciola hepatica jantan
ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada Fasciola hepatica betina, sepertiga depan terdapat bagian yang
disebut cincin atau gelang kopulasi. bentuknya pipih (seperti daun), susunan
tubuh triploblastik yang terdiri dari
lapisan ektoderm, endoderm, dan mesoderm.
Anatomi dari Fasciola
hepatica yakni terdiri atas organ-organ reproduksi yang kompleks, tidak
mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api. Cacing ini bersifat hermaprodit,
berkembang biak dengan cara pembuahan sendiri atau silang. Fasciola hepatica dewasa hidup pada usus manusia. Parasit ini juga
memiliki khas bercabang organ reproduksi. Hati Fasciola hepatica juga memiliki pengisap (oral) yang digunakan untuk secara efektif jangkar parasit dalam
memotong empedu.
Sistem
pencernaan Fasciola hepatica terdiri dari
mulut, faring, esophagus dan intestine.
Lubang mulut tertutup oleh alat pengisap oral (sucker). Lubang mulut berlanjut dengan rongga mulut yang berbentuk
corong. Rongga mulut berlanjut pada faring yang berdinding tebal dengan lumen
sempit. Dinding faring tersusun oleh otot melingkar. Faring berfungsi untuk
mengisap makanan. Faring mempunyai
kelenjar faringeal. Esophagus
menghubungkan faring dengan intestine. Intestine bercabang dua ke kiri dan ke kanan yang membentang kea
rah posterior, dan sejajar.
Masing-masing cabang bercabang lagi ke arah lateral
membentuk kantung-kantung
seka atau divertikula yang buntu. Cabang-cabang ini mebagi makanan ke seluruh
tubuh.
Sistem
reproduksi Fasciola hepatica jantan terdiri
dari 2 testis berbentuk lobus atau bercabang-cabang, selanjutnya dari
masing-masing testis dilanjutkan dengan sebuah vas eferens, vas eferens kemudian bergabung membentuk vas deferens.
Pembuluh ini kadang-kadang melebar membentuk vesika seminalis yang dikelilingi
oleh glandula prostata dan terakhir cirrus. Sistem reproduksi betina secara
berturutan dimulai dari ovarium yang tunggal berlobi-lobi atau
bercabang-cabang, oviduk, reseptabulum
seminalis, saluran vitelina yang
menampung kelenjar viteliria, terusan
laurel, kemudian menuju ootipe, uterus yang berkelok-kelok, metratem dan
akhirnya keluar dari lubang kelamin (Porus
genitalis).
Sistem ekskresi Fasciola
hepatica tersusun oleh sebuah kantong kemih posterior. Sistem
syaraf Fasciola hepatica sangat sederhana, ditemukan cincin
serabut syaraf dan ganglia mengelilingi esofagus.
Habitat Fasciola
hepatica yakni hidup parasit pada jaringan atau cairan tubuh
inangnya. Fasciola hepatica yang
parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi,
atau manusia.
Fasciola hepatica memiliki
peran yang merugikan, karena hidup parasit pada tubuh inang.
Siklus hidup Fasciola hepatica di mulai di dalam tubuh ternak
yang terinfeksi cacing hati dewasa berpredeleksi di dalam pembuluh empedu hati.
Selain hidup dari cairan empedu, cacing juga akan merusak sel-sel epitel dinding
empedu untuk menghisap darah, sedangkan cacing muda bermigrasi pada parenkim
hati dan dapat merusak dan memakan parenkim hati kemudian bermigrasi ke
pembuluh empedu. Fasciola hepatica bertelur di dalam kantong
empedu mengikuti aliran empedu di dalam ductus
choleductus, lumen duodenum
keluar saat defikasi. Pada kondisi lingkungan yang mendukung (air tergenang,
suhu (26o C ), pH) telur akan menetas (17 hari ) dan terbebaslah
larva mirasidium. Mirasidium mutlak harus berada dalam air dan berenang mencari
hospes intermidier (HI) serasi ialah golongan siput (Lymnaea sp.). Di dalam tubuh siput tersebut mirasidium berubah menjadi sporokista
yang memperbanyak diri dengan pembelahan sel secara transversal. Di dalam tubuh
sporokista terbentuk banyak redia, pada masing-masing redia induk, terbentuk banyak redia anak (cercaria ) yang berekor. Kemudian cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang didalam air, dalam
waktu 20-21 hari hari setelah memasuki tubuh siput. Pada kondisi menunjang cercaria berenang di air mencari
tumbuhan air/rerumputan untuk segera melekat dan ekor dilepaskan dan tubuhnya
membentuk zat pelindung dari zat viskus
metacercaria. Infeksi pada host
terjadi bila memakan rumput yang ditempeli metacercaria
. Di dalam duodenum kista pecah dan
keluarlah cacing muda. Dalam waktu 24 jam cacing muda sampai dalam ruang peritonium sesudah menembus dinding
usus. Sekitar 4-8 hari sesudah infeksi, sebagaian besar cacing telah menembus
kapsul hati dan migrasi dalam parenkim hati. Migrasi dalam hati memerlukan
waktu 5-6 minggu dan minggu ke-7 telah sampai dalam saluran empedu dan delapan
minggu setelah infeksi cacing telah bertelur.
Fasciola hepatica
termasuk filum Platyhelminthes karena bentuk tubuhnya pipih seperti daun.
Termasuk dalam kelas Trematoda karena memiliki alat penghisap. Termasuk dalam
ordo Echinostomida karena memiliki mulut berkerak. Termasuk dalam famili. Termasuk
dalam famili Fasciolidae karena asetabulum lebih besar daripada mulut pengisap
dan terletak di anterior. Termasuk dalam genus Fasciola karena memiliki mulut
pengisap kecil dan kuat yang terletak di ujung proyeksi bentuk kerucut di ujung
anterior. Adapun susunan klasifikasi dari Fasciola
hepatica yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Familia : Fasciolidae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica (Jasin, 1992).
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
diperoleh dari praktikum yakni struktur
tubuh larva Redia tersusun atas, usus
(Cecum), lubang usus, larva Cercaria, mulut penghisap (Oral sucker).
Struktur rubuh larva Cercaria tersusun atas, mulut penghisap (Oral sucker),
kerongkongan (Faring), usus (Cecum), ekor (Tail). Fasciola hepatica tersusun atas mulut penghisap (Oral sucker),
organ reproduksi laki-laki (Testis),
organ reproduksi perempuan (Uterus),
indung telur (Ovary), usus (Cecum). Adapun susunan klasifikasi dari Fasciola hepatica yakni termasuk dalam filum Playhelminthes, termasuk dalam
kelas Trematoda, termasuk dalam ordo Echinostomida, termasuk dalam famili
Fasciolidae, dan termasuk dalam genus Faciola.
B. Saran
Adapun saran dalam
kegiatan praktikum sebaiknya para praktikan bekerja sama dalam melakukan langkah-langkah
yang diintruksikan asisten, berkomunikasi dengan teman kelompok dan asisten
agar mendapatkan hasil yang maksimal.
KEPUSTAKAAN
Hala, Y. Biologi Umum 2. Makassar: UIN Alauddin
Press, 2007.
Jasin M. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya,
1992
Levine N D. Protozoologi
Vertebrata. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.
Olson P D, dkk. “Phylogeny and
classification of the Digenea (Platyhelminthes: Trematoda)” International Journal for Parasitology. Vol 5 No 33 (2003): 733-755.
Shihab M Q. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati,
2002.
Suwignyo S, dkk. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta:
Penebar Swadaya, 2005.
0 komentar:
Posting Komentar